Bismillahirrahmanirrahim
OPERATORNYA
SIH BIASA, TAPI BULDOSERNYA…..
Anda
tahu buldoser? Ya, salah satu mode alat berat ini bisa meringkas jam kerja yang
mestinya puluhan sampai ratusan jam, menjadi sangat singkat. Lahan berbukit seluas
ribuan meter persegi bisa diratakan dalam hitungan hari oleh satu mesin dan
seorang operator, padahal dibutuhkan waktu berbulan-bulan dan puluhan pekerja
kasar bila dikerjakan secara manual. Kalau diperhatikan operatornya, seringkali
sudah cukup tua dan samasekali tidak kekar. Tapi, bagaimana dengan buldosernya?
Dalam
sejarah, banyak kisah yang – dalam kadar tertentu – mirip perumpamaan buldoser
dan operatornya ini. Sekelompok manusia lemah tiba-tiba sanggup menumbangkan
tirani raksasa yang dikawal ribuan tentara. Bahkan, kadang mereka terkesan tidak
bertindak sedikit pun. Ada pula prestasi-prestasi besar yang ditorehkan
orang-orang biasa, bahkan yang status sosialnya diremehkan.
Masih
ingat bagaimana Nabi Musa dimenangkan atas Fir’aun? Bukankah beliau mustahil berperang
sebab umatnya (Bani Israil) sangat sulit diatur? Maka, ketika situasi memburuk,
Allah menyuruh beliau dan umatnya keluar saja dari Mesir, bukannya berjihad. Celakanya,
menjelang pagi rombongan mereka nyaris terkejar, padahal lautan membentang di
hadapan mereka. Namun, di saat-saat kritis itulah keimanan seorang Nabi
menunjukkan kualitasnya.
Allah
menceritakannya: “Maka Fir'aun dan balatentaranya dapat menyusul mereka di
waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat,
berkatalah pengikut-pengikut Musa: ‘Sesungguhnya kita benar-benar akan
tersusul.’ Musa menjawab: ‘Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku,
Dia pasti akan memberiku petunjuk.’ Lalu Kami wahyukan kepada Musa:
"Pukullah lautan itu dengan tongkatmu!" Maka, terbelahlah lautan itu
dan setiap belahan seperti gunung besar.” (QS asy-Syu’ara’: 60-63).
Sebetulnya,
Nabi Musa tidak mengerti apa yang akan terjadi jika tongkatnya dipukulkan ke
lautan. Tapi, beliau menurut saja. Dan ketika laut benar-benar terbelah, beliau
pasti terpana. Bagaimana mungkin? Jelas, semua itu bukan karena Nabi Musa,
apalagi tongkatnya!
Masih
banyak lagi lainnya. Coba renungkan, bagaimana Ashabul Kahfi seolah “hanya”
bersembunyi di gua, ditidurkan 309 tahun, dan terbangun ketika tirani yang
memburu mereka telah ambruk? Bagaimana Nabi Ibrahim selamat dari api, bahkan api
itu menjadi dingin bagi beliau? Bagaimana ibunda Hajar berlarian tujuh kali
antara bukit Shafa dan Marwah, tapi justru mata air Zamzam muncul dari tanah
yang dihentak kaki-kaki kecil Isma’il? Bagaimana 313 Sahabat Nabi yang kurang persiapan
bisa mengalahkan 950 orang musyrikin Quraisy bersenjata lengkap dalam Perang
Badar? Bagaimana nama Bilal bin Rabah abadi dalam kemuliaan, padahal ia hanya
budak negro yang nyaris dibunuh oleh tuannya sendiri karena dianggap sudah
tidak berharga lagi?
Kisah-kisah
ini menegaskan bahwa siapa pun yang bersandar kepada Allah (tawakkal) tidak akan
terkalahkan. Tawakkal adalah kekuatan dan salah satu kunci kemenangan. Allah
berfirman: “Dan bertawakkallah kamu kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Wakil
(sandaran, yang diserahi urusan).” (QS al-Ahzab: 3).
Syaikh
As-Sa’diy menafsirkan ayat ini, sbb: “Serahkan pada-Nya segala urusan, sehingga
Dialah yang menyelesaikannya, dan dengan yang lebih maslahat bagi hamba-Nya.
Hal itu karena Dia mengetahui kemaslahatan-kemaslahatan bagi mereka, sementara
mereka tidak mengetahuinya. Juga karena Dia kuasa untuk menghadirkan
kemaslahatan itu bagi hamba-Nya, padahal hamba-Nya tidak kuasa melakukannya.
Allah lebih menyayangi hamba itu dibanding dirinya sendiri dan kedua
orangtuanya. Allah lebih menyayanginya dibanding siapa pun, terutama
hamba-hamba spesial yang senantiasa Dia pelihara dengan kebajikan-Nya, serta
senantiasa Dia limpahi dengan keberkahan lahir maupun batin. Terlebih-lebih
lagi, Dia telah menyuruh hamba itu untuk melepaskan urusan kepada-Nya, dan Dia
pun telah menjanjikan (sesuatu). Maka, di saat itu, jangan tanya berapa banyak
urusan yang dimudahkan, kesulitan yang digampangkan, bencana yang diringankan,
kesusahan yang disingkirkan, kondisi dan kebutuhan yang dipenuhi, keberkahan
yang diturunkan, kecelakaan yang ditolak, dan keburukan yang diangkat! Di sana,
engkau akan melihat seorang pribadi lemah, yang telah memasrahkan urusannya
kepada Tuannya, benar-benar bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan
oleh sekelompok orang; dan Allah pun telah memudahkan baginya sesuatu yang mana
para tokoh-tokoh terpandang pun kesulitan menyelesaikannya!”
Maka,
jika Anda merasa telah berusaha maksimal tapi hasilnya belum memuaskan, coba
periksa sekali lagi: bagaimana tawakkal Anda? Seperti tamsil di muka, adalah sia-sia
memiliki operator handal jika tidak punya buldoser. Bukankah tiada daya dan
kekuatan yang efektif tanpa restu dari Allah (la haula wa la quwwata
illa billah)? Sebaliknya, mungkin upaya Anda tidak seberapa. Namun, jika
Allah merestui, segalanya beres. Lantas, bagaimana jika upaya Anda sangat baik
dan di saat bersamaan Allah mendukung penuh?
Ini
pulalah diantara makna Hadits Qudsi dalam Arba’in Nawawiyah no. 38, dari
Abu Hurairah. Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku
mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku melalui sesuatu
yang lebih Aku sukai dibanding (bila ia mendekat melalui) apa yang aku wajibkan
atas dirinya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amal-amal nafilah
(sukarela) sampai akhirnya Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka
Aku pun menjadi pendengaran yang dipakainya mendengar, penglihatan yang dipakainya
melihat, tangan yang dipakainya memegang, dan kaki yang dipakainya berjalan.
Sungguh jika ia meminta pada-Ku, Aku pasti memberinya. Sungguh jika ia mohon
perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindunginya.” (Riwayat Bukhari). Wallahu
a’lam.
[*] Alimin Mukhtar.
Sabtu, 26 Rab. Awwal 1436 H.