Jangan mengekor kaum Yahudi!


Bismillahirrahmanirrahim


JANGAN MENGEKOR KAUM YAHUDI!

Pada penghujung surah al-Fatihah, secara tersirat Allah mengajarkan kepada kita sebuah prinsip dan standar nilai kehidupan yang sangat kokoh. Di setiap rakaat shalat, kita dibimbing untuk berdoa: “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan (jalan) orang-orang yang dimurkai dan bukan pula yang tersesat.” Menurut para ulama, “jalan yang lurus” adalah Islam, “yang dimurkai” adalah kaum Yahudi, sedangkan “yang tersesat” adalah kaum Nasrani.

Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya jalan hidup seorang mukmin adalah mencakup mengilmui kebenaran dan mengamalkannya, sedangkan kaum Yahudi tidak beramal dan kaum Nasrani tidak berilmu. Oleh karenanya, kaum Yahudi dimurkai sementara kaum Nasrani tersesat. Sebab, orang yang berilmu tetapi tidak beramal maka pantas dimurkai, berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Adapun orang Nasrani mereka sengaja ingin melakukan sesuatu namun tidak tahu bagaimana caranya, sebab mereka tidak memasuki suatu urusan dari pintu yang semestinya, yaitu mengikuti seorang Rasul yang benar, sehingga mereka pun tersesat. Masing-masing kaum, baik Yahudi maupun Nasrani, sebenarnya sama-sama tersesat dan dimurkai. Namun, ciri khas kaum Yahudi adalah dimurkai Allah sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ma’idah: 60, sedangkan ciri khas kaum Nasrani adalah tersesat sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ma’idah: 77.”
Disini, kita akan mengkaji masalah kaum Yahudi saja, dan mengambil pelajaran darinya. Penting diingat bahwa hikmah di balik kisah-kisah umat terdahulu dalam Al-Qur’an adalah sebagai ‘ibrah, yaitu pelajaran dan bahan renungan. Mari kita ambil dan teladani kebaikannya, juga tinggalkan serta jauhi keburukannya.
Sudah dimaklumi bahwa kaum Yahudi menerima hukum Taurat sejak zaman Nabi Musa, namun kemudian mereka menelantarkannya. Sebagian orang mengira pernyataan seperti ini hanya fitnah, sebab ajaran-ajaran Yahudi memang terkesan misterius dan eksklusif. Akan tetapi, sebenarnya ada bagian-bagian dari sumber ajaran mereka yang terbuka untuk diakses umum, yaitu Taurat atau Perjanjian Lama (Old Testament). Kitab ini juga termasuk bagian yang diakui dan dirujuk oleh kaum Nasrani.
Mari kita ambil dua kasus sebagai misal. Pertama, tahukah Anda bahwa kaum Yahudi sebenarnya juga mengenal Hukum Rajam pagi pezina? Salah satu bagian Perjanjian Lama, yaitu Kitab Ulangan 22:13-30 secara eksplisit menyatakan hal ini. Pada ayat 22-24 dikatakan: Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel. Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan – jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”
Ayat-ayat ini masih ada dan tidak pernah dihapuskan hingga kini. Tetapi, kita tidak pernah mendengar penerapannya sekarang. Kaum Yahudi maupun Kristen seolah-olah tidak tahu dan enggan menyinggungnya. Bertanyalah kepada para pendeta dan orang-orang Kristen di sekitar Anda: apakah Taurat/Perjanjian Lama masih berlaku dan isinya harus diamalkan? Jika tidak, bukankah dalam kitab Matius 5:18 dikatakan: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”? Sebaliknya, jika harus diamalkan, bagaimana realitasnya sekarang?
Contoh kedua adalah Hukum Qishash. Kitab Bilangan 35:9-35 (bagian Perjanjian Lama) menyitir bahwa pembunuh harus dibunuh jika terbukti. Namun, kita juga tidak pernah mendengar penerapannya sekarang. Yang terjadi, seperti di AS dan Eropa, dimana pengaruh Yahudi dan Kristen sangat kuat, masyarakatnya justru beramai-ramai ingin menghapuskan hukuman mati. Alasannya, hukuman mati bertentangan dengan HAM (Hak Asasi Manusia), yaitu hak untuk hidup. Namun, mereka lupa bahwa pembunuh itu sendiri sebenarnya telah melanggar hak hidup dari korbannya.
Tetapi, ini semua urusan mereka (Yahudi dan Kristen). Sebenarnya, bukan tanggung jawab kita untuk mengawasinya. Kelak mereka pasti akan ditanyai oleh Allah, mengapa menelantarkan hukum dan syariat-Nya. Pelajaran yang mesti kita ambil adalah: bila kaum Yahudi dimurkai gara-gara mengabaikan hukum Allah, bukankah kita juga bisa terkena murka-Nya jika melakukan hal yang sama?
Di dalam Al-Qur’an, misalnya, terdapat empat istilah identik yang disebutkan di satu surah, yaitu “kutiba ‘alaikum…”, artinya: diwajibkan atas kalian. Periksalahan surah al-Baqarah ayat 178 (kutiba ‘alaikumul qishashu), ayat 180 (kutiba ‘alaikum … al-washiyyatu), ayat 183 (kutiba ‘alaikumus shiyamu), dan ayat 216 (kutiba ‘alaikumul qitalu). Namun, biasanya yang banyak dibahas hanyalah yang ke-3, terutama di bulan Ramadhan. Untuk masalah qishash, hukum waris Islam, dan jihad, hanya terdengar sayup-sayup bahkan cenderung dihindari. Jika membahasnya saja sudah enggan, apalagi menerapkannya. Namun, bukankah dalam shalat kita selalu memohon agar tidak menjadi seperti Yahudi dan Nasrani? Maka, hendaklah sebagian muslim yang sinis dan menolak penerapan Syariat Islam itu berhati-hati, karena murka Allah tidak bisa dipandang remeh. Wallahu a’lam.

[*] Alimin Mukhtar. Senin, 03 Shafar 1434 H. Pernah dipublikasikan dalam Lembar Tausiyah BMH Malang.